Pages

Wednesday, 6 June 2012

Angin


Angin, mungkin terasa menyejukkan jika berhembusnya sepoi-sepoi. Angin juga merupakan sahabat, ketika bermain laying-layang. Angin juga membantu penyebaran bibit tumbuhan, seperti kata guru biologi waktu SD. Angin pulalah yang dimanfaatkan oleh burung sehingga mampu terbang selama berpuluh-puluh jam diatas lautan yang luas. Akan tetapi angin juga terasa menggangggu jika berhembusnya keras, menerjang semua kertas kerja kita, dan memaksa kita memunguti hamburan kertas yang berantakan.

Angin dengan udara dingin, mungkin membuat kita jatuh sakit, masuk angin seperti kata orang-orang tua. Angin yang sangat keras, mungkin menjadi badai yang mampu memporak porandakan bangunan-bangunan dari batu bata sekalipun. Tapi apa yang dapat dikatakan jika angin yang berhembus lebih dari 100 km / jam harus kita hadapi sambil bersepeda ? angin jenis inilah yang harus saya hadapi hampir beberapa hari terakhir.


Di awal musim dingin atau awal musim semi, biasanya angin berhembus sangat keras di Belanda. Negara di mana saya sekarang sedang melanjutkan tugas belajar. Celakanya penderitaan ini sering ditambah dengan adanya hujan, hujan es, cuaca dingin, dan kadang salju. Bagi orang yang tinggal di negeri Belanda, mungkin cuaca buruk dan berubah-ubah sudah menjadi makanan sehari-hari. Karena itu tidak mengherankan, ketika diadakan survey mengenai topik yang paling sering ditanyakan oleh orang belanda adalah cuaca. Tapi alangkah herannya negara ini yang juga merupakan negara nomor satu di dunia, dimana jumlah sepeda mungkin lebih besar dari jumlah penduduknya. Tentunya bersepeda dengan angin yang sedemikian keras, bukanlah hal yang menyenangkan. Dan sepeda inipulah yang juga menjadi teman seperjuangan saya setiap kali melawan hembusan angin yang tidak sepoi-sepoi itu.

Angin ini pulalah yang membuat perjalan 100 meter serasa 1000 meter, bayangkan jika angin berhembus dengan kecepatan 100 km dari arah depan. Terkadang angin juga berhembus dari arah samping, yang membuat saya ingin terjatuh dari sepeda. Hal yang sangat menakutkan adalah ketika harus melintasi jembatan atau bersepeda disamping kanal. Serasa lebih aman untuk menuntun sepeda dan berjalan kaki, daripada jatuh masuk kanal yang pasti airnya dingin minta ampun.

Meskipun bukan berarti perjuangan sudah selesai. Penderitaan ini masih ditambah lagi, dengan kegemaran orang belanda membangun gedung yang tinggi-tinggi. Tentu karena tanah yang tersedia sangat terbatas. Keberadaan gedung-gedung ini mampu memecah aliran angin, menjadi lebih lemah tapi tidak jarang malah berlipat-lipat kali kuatnya. Tak ketingglan universitas dimana saya belajar memiliki sebuah gedung yang sangat tinggi. Dengan ada gedung ini, maka angin terpecah di sisi kanan dan kiri gedung. Celakanya bagi orang yang bersepeda atau berjalan disekitar gedung itu, saat angin berhembus keras. Maka serasa seperti berjalan dari lorong angin (turbulence) di laboratorium. Sungguh berbahaya sekali keadaan disana. Saya pernah jadi bahan tertawaan orang, ketika saya beserta sepeda terseret oleh angin dan jatuh menabrak pohon.

Sempat terlintas di pikiran saya, kenapa angin di Belanda selalu datang dari arah yang berlawan dengan arah yang saya tuju. Ketika saya belok ke kiri, ada angin dari depan, ketika berbelok ke kanan, tetap juga ada angin menghalang dari depan. Jarang sekali ada angin yang datang dari arah belakang, dan mendorong laju sepeda saya. Hampir saya berpikir, angin disini memang ingin mempersulit hidup saya. Padahal tidak ada dosa saya pada si angin tersebut.

Dengan penuh keingin tahuan, maka saya mulai mengamati arah angin, dugaan semula bahwa tidak ada angin dari belakang, ternyata salah. Tidak jarang juga saya merasakan ada dorongan yang membuat saya bersepeda semakin kencang. Cuma selama ini saya tidak merasakannya, atau tepatnya tidak mau merasakan bantuan dari si angin ini. Yang selalu saya protes adalah angin yang datang dari depan, yang menghambat saya. Yang lebih saya perhatikan adalah angin yang mendatangkan kesulitan daripada angin yang menolong saya.

Menarik sekali, ketika kemudian saya sadar, bahwa kehidupan manusia terutama saya sendiri adalah seperti ini. Banyak protes ketika kesulitan menghalangi jalan, dan tidak sadar ketika mendapat berkat atau pertolongan. Seringkali saya komplain kepada Tuhan bahwa kehidupan saya terasa berat dan banyak hal yang merintangi jalan. Pekerjaan atau pelayanan yang tidak lancar, banyak masalah, bahkan bekerja untuk Tuhan pun tidak terlepas dari masalah. Meskipun tanpa saya sadari, banyak berkat dan pertolongan dari Tuhan. Tidak sedikit dorongan ‘angin belakang’ dari Tuhan yang saya lupakan dan abaikan. ‘Angin’ tersebut justru menolong saya, menolong saya melaju lebih cepat. Sejak saat itu, saya belajar bahwa angin dari depan yang sering menghalangi jalan kita akan selalu ada dan tetap selalu ada, akan tetapi ada pula angin dari belakang yang mendorong dan memacu perjalanan saya. Dan bukankah itulah indahnya hidup, terutama hidup berjalan dengan Tuhan

http://aerynth.wordpress.com/2011/05/03/angin/

0 komentar:

Post a Comment